Minggu, 15 Mei 2016

Tulisan 3

Peran UKM Dalam Perekonomian Indonesia

1.      DEFINISI UKM
Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)
Pada tanggal 4 Juli 2008 telah ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
2.      PERKEMBANGAN UKM DI INDONESIA

Pada tahun 1992 di Singapura, telah terjadi peristiwa bersejarah di kawasan Asia Tenggara, yaitu ditandatanganinya ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) dalam KTT ASEAN oleh enam negara pelopor (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam dan Thailand). AFTA ini bertujuan sebagai batu loncatan untuk menciptakan pasar tunggal dan sebuah produksi dasar internasional, menarik investasi melalui Foreign Direct Investments (FDIs), dan memperluas jaringan perdagangan dan investasi di dalam ASEAN. Keenam negara tersebut memang sudah mengadaptasikan perjanjian tersebut yang pada dasarnya berisi penghapusan hambatan tarif dan non-tarif. Saat ini, enam negara ASEAN tersebut telah menghapus hambatan tarif sebesar 0% dari Inclusion List sebanyak 99,20% dan hanya 0,35% yang masih memiliki kewajiban import dalam Inclusion List. Kemudian, pada tahun 2015, semua negara ASEAN termasuk negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (CLMV) akan memberlakukan perdagangan bebas pada kawasan ASEAN untuk keberlangsungan tercapainya ASEAN Economic Community atau integrasi ekonomi dari ASEAN pada tingkat lebih lanjut. Pertanyaannya saat ini adalah apakah Indonesia akan siap menghadapi persaingan di antara negara-negara ASEAN untuk ‘menjual’ potensi yang dimiliki oleh Indonesia? Indonesia memang telah menerapkan perdagangan bebas terhadap lima negara lainnya sejak tahun 1992. Jika dilihat secara garis besar mengenai kesiapan Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015 nanti, dapat dikatakan Indonesia akan siap menghadapinya mengingat meningkatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia saat ini yang dapat dibuktikan dari kemampuan Indonesia dapat bertahan ketika dunia sedang dihantam krisis global sejak tahun 2008 dan hingga saat ini, negara-negara yang terkena dampak krisis masih mengalami pemulihan pasca-krisis, sedangkan perekonomian Indonesia masih mengalami pertumbuhan positif. Kokohnya perekonomian Indonesia disaat krisis global tersebut disebabkan oleh GDP Indonesia tidak terlalu bergantung terhadap ekspor karena peranan ekspor terhadap GDP hanya sebesar 10%, sehingga perlambatan perekonomian global tidak akan terlalu berdampak pada sektor riil. Ekspor netto (selisih antara ekspor terhadap impor) Indonesia dalam dua tahun terakhir sekitar USD 20 miliar, yang ekuivalen dnegan 3% PDB. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kontribusi ekspor ini menempati persentase yang relatif kecil, apalagi jika disejajarkan dengan besarnya pemasukan konsumsi rumah tangga yaitu yang mencapai angka 60%. Sisanya disumbang oleh investasi (30%) dan belanja pemerintah sebesar 7%. Perekonomian Indonesia sejatinya bergantung pada konsumsi domestik. Hal ini disebabkan oleh sifat dasar masyarakat Indonesia yang sangat konsumtif. Selain hal tersebut konsumsi domestik juga disebabkan oleh tiga hal, yaitu struktur demografi yang didominasi usia produktif sehingga lebih tahan pada pelemahan ekonomi, semakin terserapnya tenaga kerja ke sektor formal dan meningkatnya kelas menengah yang mendorong konsumsi rumah tangganya. Konsumsi domestik mengalami pertumbuhan mencapai 5,12% pada semester pertama 2013. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat. Menurut, laporan ekonomi utama tahunan ADB, Asian Development Outlook (ADO 2013) yang berisi prediksi tren ekonomi di kawasan ini, memproyeksikan bahwa Indonesia akan tumbuh sebesar 6,4% di 2013 dan melaju ke level 6,6% di 2014, yang merupakan angka pertumbuhan tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Selain dari sektor konsumsi, pertumbuhan perekonomian Indonesia juga dari investasi yang mengalami peningkatan menjadi 9,8% pada 2012, yang didorong oleh membaiknya iklim investasi, rekor pertumbuhan ekonomi yang kuat beberapa tahun terakhir, dan peningkatan kredit. Sebagai hasilnya, rasio investasi terhadap PDB meningkat menjadi 33,2% dalam periode setidaknya 20 tahun terakhir. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun, apakah rakyat Indonesia mengetahui terjadinya pertumbuhan perekonomian ini? Apakah dengan membaiknya perekonomian Indonesia juga terjadi perbaikan terhadap kelangsungan hidup warga negara Indonesia? Hal ini dapat dilihat dari perekonomian pada kelas menengah ke bawah, yaitu Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM dalam hal ini memiliki peranan besar dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia karena dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia, UKM berperan untuk menambah lapangan pekerjaan. UKM dapat menyerap sebesar 97% tenaga kerja Indonesia, terutama dalam mikro ekonomi yang mencapai hampir 95% tenaga kerja. Dari pemaparan di atas mengenai pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak disebutkan bahwa UKM memiliki kontribusi dalam PDB yang mencapai 4.303 triliun/tahun. Selain itu, untuk membangun perekonomian suatu negara, dibutuhkan SDM yang memiliki jiwa-jiwa entrepreneur untuk mengembangkan kewirausahaan suatu negara. Hal tersebut dilakukan karena menurut Joseph A. Schumpeter, perekonomian suatu negara dapat berkembang dengan adanya suatu produk inovasi yang dapat dihasilkan melalui kewirausahaan. Di Indonesia sendiri usaha mikro jumlahnya mencapai 98,82% dan usaha kecil jumlahnya hanya 1,09%. Hal tersebut menandakan masih banyaknya usaha-usaha yang tergolong mikro dan tidak mengalami perkembangan berarti karena tidak adanya kenaikan level dari mikro ke kecil, kecil ke menengah, dan seterusnya. Permasalahan utama dari UKM tersebut adalah kesiapan UKM Indonesia dalam menghadapi persaingan pada perdagangan bebas. Saat ini, UKM belum mendapat perhatian banyak untuk dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah Indonesia. Kemudian, belum adanya sosialisasi yang memadai mengenai AFTA 2015, SDM yang banyak namun kurang berkualitas serta memiliki jiwa entrepreneur yang tinggi, kurangnya inovasi dalam menghasilkan produk, terbatasnya modal usaha, tidak adanya tujuan jelas yang akan diraih oleh para pelaku UKM, serta kurangnya keahlian maupun pengetahuan untuk mengembangkan usaha. Sifat konsumtif masyarakat Indonesia, sehingga menyebabkan kurang berkembangnya para pelaku UKM karena kalah bersaing dengan produk asing. Dari berbagai permasalahan tersebut, dapat dilihat bahwa masih banyak kendala yang harus dibenahi dan menjadi bukan hanya tugas pemerintah Indonesia, tetapi juga menjadi tugas rakyat Indonesia. Solusi yang dapat ditawarkan dalam permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan pendidikan maupun pelatihan keahlian terhadap generasi muda maupun angkatan kerja Indonesia untuk mengembangkan kemampuan mereka agar dapat bersaing dengan generasi muda maupun angkatan kerja dari negara lain. Pemerintah diharapkan dapat memiliki peranan besar dalam mensosialisasikan pentingnya UKM dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui pengadaan lokakarya terhadap para pelaku UKM maupun pada masyarakat awam agar memiliki kemauan untuk berwirausaha. Perlunya partisipasi aktif dari masyarakat untuk melakukan wirausaha maupun untuk mendapatkan informasi mengenai entrepreunership. Pembangunan jiwa optimisme yang tinggi dalam diri masing-masing individu. Untuk permasalahan modal usaha, pemerintah dapat memberi sosialisasi pemberian pinjaman dana yang dapat dilakukan dengan mudah di bank maupun di koperasi . saat ini, masih banyak para pelaku UKM yang belum berani meminjam uang sebagai modal di bank maupun koperasi dengan anggapan prosedur yang banyak sehingga menyulitkan mereka meminjam uang. Membuat rencana pembangunan usaha untuk menetapkan tujuan melakukan wirausaha agar UKM dapat berkembang menjadi usaha yang lebih maju. Pemerintah juga harus mempermudah birokrasi dalam administrasi kepemerintahan agar para pelaku UKM tidak kesulitan meraih modal maupun perizinan. Peningkatan kualitas produksi dengan adanya kreativitas dan inovasi dalam mengembangkan usahanya. AFTA 2015 akan dihadapi oleh negara-negara di ASEAN, termasuk Indonesia kurang dari setahun. Catatan pertumbuhan perekonomian Indonesia mengatakan Indonesia mampu bersaing dalam perdagangan bebas tersebut dan perekonomian akan tetap tumbuh ke arah yang lebih positif. Namun, pertumbuhan perekonomian tersebut tidak dapat kita lihat dalam hasil nyata saat ini. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih banyaknya pelaku UKM terutama usaha mikro yang tidak berkembang ke tahap selanjutnya yang lebih baik. UKM sejatinya memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian suatu bangsa, namun pemerintah Indonesia masih kurang memberi perhatian terhadap UKM. Apabila hingga tahun 2015 ketika diberlakukannya perdagangan bebas UKM tidak mengalami peningkatan kualitas secara signifikan, maka mereka harus bersiap untuk gulung tikar dan Indonesia harus siap untuk mengalami kegagalan perekonomian.



3.      KONTRIBUSI UKM DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI
Kontribusi UKM  amat jelas dalam perekonomian Indonesia.  Usaha kecil, dan menengah yang jumlahnya dominan tersebut mampu meyediakan 99,04 persen lapangan kerja.  Demikian halnya sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto  (PDB)  Non Migas, cukup meyakinkan yaitu sebesar 63,11%. 
UKM juga memberikan kontribusi pada ekspor non migas sebesar 14,20% (BPS 2001).  Hal ini berarti pada sektor-sektor dimana terbuka bagi masyarakat luas UKM mempunyai sumbangan nyata.  Sehingga kemampuan untuk melahirkan percepatan pemulihan ekonomi akan ikut ditentukan oleh kemampuan menggerakkan UKM. Sesuai dengan data yang disusun BPS bersama Kementrian Koperasi dan UKM, indikator makro UKM pada tahun 2003 adalah sebagai berikut:
  • Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Peranannya dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja diharapkan menjadi langkah awal menggerakkan sektor produksi pada berbagai lapangan usaha
  • Kinerja UKM dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Besaran PDB yang diciptakan UKM tahun 2003 mencapai Rp. 1.013,5 triliun (56,7% dari total PDB Nasional) dengan perincian 41,1% berasal dari UK dan 15,6% dari UM. Pada tahun 2000, sumbangan UKM baru mencapai 54,5% terhadap total PDB Nasional berasal dari UK (39,7%) dan UM (14,8%).
  • Jumlah unit UKM pada tahun 2003 adalah 42,4 juta, naik 9,5% dibanding tahun 2000, sedangkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor UKM pada tahun 2003 tercatat 79 juta pekerja, lebih tinggi 8,6 juta pekerja dibanding tahun 2000 dengan 70,4 juta pekerja. Berarti selama periode 2000-20003 meningkat sebesar 12,2% atau rata-rata 4,1% per tahun.
  • Pertumbuhan PDB UKM sejak tahun 2001 bergerak lebih cepat daripada total PDB Nasional dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 3,8% tahun 2001, 4,1% tahun 2002, kemudian 4,6% tahun 2003.
  • Sumbangan pertumbuhan PDB UKM lebih tinggi dibanding sumbangan pertumbuhan dari Usaha Besar. Pada thaun 2000 dari 4,9% pertumbuhan PDB Nasional secara total, 2,8%-nya berasal dari pertumbuhan UKM. Kemudian, pada tahun 2003, dari 4,1% pertumbuhan PDB Nasional secara total, 2,4% di antaranya berasal dari pertumbuhan UKM.
  • Peranan ekspor UKM terhadap ekspor nonmigas tercatat 19,9% pada tahun 2003, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sumbangannya tahun 2000 yaitu 19,4%.
  • Besaran investasi fisik yang tergambar dari angka-angka Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di PDB baik secara nominal maupun secara riil menunjukkan peningkatan pada periode 2000-2003.
  • Tingkat pertumbuhan investasi di UKM pada tahun 2003 sedikit lebih cepat dibanding tahun sebelumnya, namun apabila dibanding tahun 2000 jauh lebih lambat. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan PMTB dan PDB Nasional secara total. (RAP)

DAFTAR PUSTAKA :
1.       Definisi UKM
Tanggal 15 Mei 2016. Pukul 23.02
2.      Perkembangan UKM di Indonesia
Tanggal 15 Mei 2016. Pukul 23.30
3.      Kontribusi UKM dalam pertumbuhan ekonomi
Sastrosoenarto H. 2006. Industrialisasi Serta Pembangunan Sektor Pertanian dan Jasa Menuju Visi Indonesia 2030. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Soetrisno N. Strategi Penguatan Ukm Melalui Pendekatan Klaster Bisnis Konsep, Pengalaman Empiris, Dan Harapan. Terhubung Berkala [http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/noer_s.htm]. 13 Desember 2012.
- See more at: http://berandainovasi.com/kontribusi-ukm-dalam-perekonomian-indonesia/#sthash.LqdjPCIC.dpuf
Tanggal 15 Mei 2016. Pukul 23.55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar